Dunia Bungkuk

Abu-abu…

 

Deru, dirus…

Basah, lembab…

 

Lumpur dan genang bersatu padu…

 

 

Dan di sinilah aku…

 

Duduk sandar, percik hujan menggoda-goda…

 

Harum biji cokelat tergerus habis aroma dunia…

 

Monotone, merintik atas meja untuk dua…

 

Kertas notes ditimpa bayang, ballpoint putar searah jam.

 

Penuh perhatian, lihat dan dengar di hadapan…

 

Penasaran, haus jawaban…!

 

 

“Identitas?”

 

“Ehm…
Nama saya Jay Morning. Psikolog.”

 

“Oke, Jay.
Psikolog apa Anda itu?”

 

“Hm…
Bidang spesialisasi saya langka, dan saya pikir, belum pernah ada sebelumnya.
Jadi, mungkin istilah ini akan agak aneh.
Saya psikolog, spesialis gravitasi.”

 

“Gravitasi? Maksudnya?”

 

“Ini agak panjang.
Begini saja, mudahnya sih…
Kau tahu ‘kan gravitasi itu apa?”

 

Well, tentu saja!”

 

“Coba jelaskan, tolong.”

 

*Tertawa*
“Wah… Ini baru…
Biasanya ‘kan narasumber yang ditanya, narasumber juga yang menjelaskannya?”

 

*Tertawa*
Well, kita coba hal baru saja, Kawan.”

 

“Baiklah…
Hm, gravitasi ‘kan gaya tarik…
Yang membuat segala sesuatu di bumi, tetap berpijak di bumi.”

 

“Ya, betul.”

 

“Hm…
Tunggu… Aku masih tak mengerti.
Apa hubungannya kedua ilmu itu?
Gravitasi kan fisika. Sementara… Psikologi, sama sekali berbeda!”

 

“Hm, pelan-pelan ya…
Begini… Gravitasi itu luas lho…
Gaya tarik, betul.
Tapi, bukan hanya dari bumi pada segala yang ada di atasnya.”

 

“Mm hm?”

 

“Gravitasi bicara soal pusat.
Nah…
Gravitasi bumi adalah gaya yang membuat segala hal yang ia miliki ‘tertarik’ dan ‘menempel’ padanya.
Sementara gravitasi yang saya bahas adalah, gravitasi personal, Kawan.
Di mana dirimu masing-masing adalah pusatnya.”

 

“Gravitasi personal?”

 

“Yap.
Dengan kata lain, gravitasi personal adalah gaya, yang membuat seseorang ‘menarik’ dan ‘menempelkan’ apa yang lalu di dekatnya, kepada dirinya sendiri.”

 

“…
Ehm…
Maaf, saya kurang begitu…”

 

“Iya, tak apa.
Begini deh. Contoh kasus, ya?
Ini. Apa yang kau pikirkan saat melihat dia?”

 

“Dia?”

 

“Ya, orang itu. Yang sedang berjalan di seberang.”

 

“Hm… Jas bagus, tas bermerk, smartphone.
Cukur bersih, tegap, muda.
Young executive?”

 

“Bagus sekali!
Nah, kenapa semua ciri-ciri yang tadi kau sebutkan, mampu membimbingmu pada kesimpulan itu?
Karena gravitasi, ‘kan?
Sehari-harinya, kau sudah sering melihat orang-orang dengan  ciri-ciri sama dengan itu.
Dan dari situ, kau ‘menarik’ dan ‘menempelkan’ semua informasi tersebut.
Sehingga bahkan tanpa harus berpikir keras, kau tahu bahwa…
Dandanan keren dan formal = eksekutif muda.”

 

“Ohh…”

 

“Tentu saja, itu hanya sekelumit dari gravitasi yang kita bicarakan.
Itu baru permukaannya saja.”

 

“Permukaan?”

 

“Yap. Aku bekerja pada tingkatan yang lebih dalam.
Dekat pada inti gaya tarik itu sendiri.
Yang, mungkin kita lebih kenal dengan nama… Ingatan hati.”

 

“Ingatan… Hati…?”

 

“Betul.”

 

“Hm! Nah, ini dia yang menarik.
Inilah alasan mengapa aku harus mewawancaraimu!
Orang-orang ini, semua yang lewat…
Bungkuk!
Tapi, tidak denganmu…
Kau tegak!
Dunia ingin tahu rahasiamu… Itulah mengapa kita mengobrol hari ini.”

 

*Tertawa*
“Ya, ya…
Bukan rahasia, kok… Mudah saja.
Ini kuncinya, Kawan.
Siap…?”

 

As ready as i’ll ever be.

 

“Aku sama seperti orang-orang lain.
Bedanya, aku belajar, dan sudah cukup ahli dalam hal itu…
Belajar mengendalikan gravitasiku.”

 

“…
Apa…?”

 

“Ya.
Ini akar permasalahannya, ‘kan?
Mengapa orang-orang bungkuk?
Karena ada terlalu banyak hal yang ‘tertarik’, ‘tertempel’, dan lebih parah, ‘berkembang’.
Di dalam sistem gravitasi diri mereka sendiri.”

 

“…
A… Aku…”

 

“Begini saja…
Agar kau mengerti apa yang kukatakan, kita langsung praktek saja, ya?
Satu sesi konseling. Gratis.”

 

“… D… Di sini? Sekarang?”

 

“Ya! Bagaimana?”

 

“B… Baiklah…”

 

“Oke. Nah, kita mulai, ya?
Kita mulai dari…
Hm… Dari mana menurutmu?”

 

“… ”

 

“Apa ceritamu, Kawan?
Bagaimana kabarmu hari ini?”

 

“… B… Buruk…”

 

“Buruk…?”

 

“Ya…
A… Aku…
Sebelum berangkat ke sini, aku bangun terlambat…
Bangun terlambat karena semalaman kemarin sibuk menulis artikel…
Artikel yang ditolak keesokan paginya oleh redaksi, karena aku bangun terlambat!
Dan sekarang, deadline untuk artikel ini seolah menghantuiku!
Setiap detik!”

 

“…”

 

“Seolah belum cukup, Pacarku juga marah-marah siang ini!
Katanya aku tidak perhatian lah, egois lah…
Dan… Dan…
DIA BILANG…!
JANGAN HERAN KALAU SUATU SAAT NANTI, MELIHATNYA DENGAN PRIA LAIN DI JALANAN!”

 

“…”

 

“TEMAN-TEMANKU TAK ADA YANG PEDULI!
TAK ADA YANG BISA KUMINTAI BANTUAN!
P… P… Percuma sudah…”

 

“…”

 

*Tersengal-sengal*

 

*Tarik nafas dalam*
“Kawan…
Maaf harus kubilang, tapi…
Sistem gravitasimu pun tidak beres.”

 

“…
Lalu… Harus bagaimana…?”

 

“Mudah kok…
Begini…
Kerusakan sistem, bisa berarti dua hal…
Kau tidak memiliki sesuatu, atau sebaliknya.
Bila kau sudah mengerti itu, mudah.”

 

“…”

 

“Masalah pertama, contohnya…
Jelas, itu disebabkan karena kau memiliki deadline.
Jadi, solusinya, jangan miliki deadline.”

 

“Apa? Bagaimana bisa?
Itu ‘kan tidak tergantung padaku!”

 

“Sekali lagi, Kawan…
Gravitasi bicara masalah pusat.
Deadline dari kantor, adalah semacam asteroid yang dilemparkan angkasa bernama hidup pada planetmu.
Keputusan untuk membiarkannya mengorbit dan mengelilingimu, adalah di tanganmu, bukan?”

 

“…”

 

“Lepaskan saja…
Bungkuk atau tegak, adalah masalah gravitasi.
Masalah gravitasi, adalah masalah state of mind.
Deadline itu tetap ada, tapi jangan biarkan ia mengganggu sistemmu!”

 

“…”

 

“Masalah kedua, ini masalah paling umum.
Dan paling mudah.”

 

“M… Mudah…?”

 

“Ya!
Pacar yang begitu, kawan, bukan bulan yang setia menemani dan menerangi malammu, bukan?
Sudah jelas itu adalah meteor yang bisa menghajar tanah-tanahmu.
Masalahmu adalah, kau memiliki rasa ketergantungan padanya.
Solusinya, jangan miliki itu.”

 

“…”

 

“Solusi yang sama bisa diterapkan pada masalah ketiga.”

 

“… T… Tapi…”

 

“Nah! Ini rupanya masalahmu yang paling besar!
Kawan, kau belum memiliki kontrol penuh atas gravitasimu sendiri!”

 

“…
L… Lalu… Bagaimana…?”

 

“Yaa, take control!
Keputusan ada di tanganmu…
Lepaskan yang tak perlu, ikat yang perlu, Kawan.
Lakukanlah itu, dan kau akan sama sepertiku.
Tegak, bebas, lepas!”

 

“… C… Caranya…?”

 

“Masuk ke dalam inti gravitasimu, yaitu Ingatan Hati…
Lalu putuskan, untuk melupakan.
Lupakan semua sakit, dan ingat-ingat…
HANYA yang baik saja.”

 

“…”

 

“Kawan, orang-orang bungkuk karena mereka jelas sudah ‘mengikat’ lebih banyak dari yang bisa mereka ikat.
Ada hal yang harus dipikirkan, dan ada yang tidak perlu.
Setiap hari adalah berkat, Kawan.
Sang Pencipta tak pernah salah.
Di balik semua kesakitan, ada berkat yang bisa diambil.
Ambil dan ikatlah itu!
Sama seperti cara makan snack, Kawan…
Kau makan snacknya, buang bungkusnya, ‘kan?”

 

“… Begitu?”

 

“Ya! Itu lebih baik!
Lepaskan saja!
Kita ini makhluk paling bebas di dunia, Kawan!
Untuk apa bungkuk-bungkuk lelah begitu?
Tegaklah! Dan bebaslah!”

 

“…
You know what?
Aku sungguh merasa lebih baik sekarang…
Ringan!”

 

*Tertawa*

 

Well, terima kasih, Jay!
Wawancara ini sungguh luar biasa!
Aku akan segera menuliskannya…
Dunia harus tahu ini!”

 

“Sama-sama, Kawan.
Selamat menulis…
Dan kuharap, kita takkan bertemu lagi untuk konseling kedua!”

 

 

Kini…

 

Tegak aku berdiri…

Kuat aku berlari!

 

Bebas! Lepas! Tanpa beban!

 

Everyday’s a blessing

 

 

Sang Pencipta… Tak pernah salah memberi, Kawan…

 

Seringkali…

Kitalah, salah menyimpan…